Gabungan LSM yang mengatasnamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengaku telah menyerahkan sejumlah temuan dugaan kecurangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024.
Sebelumnya, koalisi ini diundang Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI hari ini, Rabu (11/1/2023). "Kami tinggalkan data yang dibuka tadi itu. Ada empat," ujar perwakilan dari NETGRIT, Hadar Nafis Gumay, kepada wartawan selepas RDPU, Rabu.
Dokumen pertama, menurutnya, menunjukkan perubahan data keanggotaan partai politik di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), yang semula berstatus "tidak memenuhi syarat" (TMS) menjadi "memenuhi syarat" (MS).
Perubahan data di Sipol ini menuntut perubahan dokumen fisik yang diinput ke Sipol, yaitu berita acara hasil rekapitulasi verifikasi faktual partai politik.
"Kita tunjukkan juga berita acara baru. Kita tunjukkan juga data yang belum diubah di awal dibandingkan yang sudah diubah, di-screenshot komputer yang ada Sipolnya," kata Hadar.
Kedua, tangkapan layar percakapan via WhatsApp yang diklaim terjadi antara Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dengan salah seorang anggota KPU provinsi.
"Di situ menunjukkan Ketua mengatakan ada data daerah yang (Partai) Gelora belum memenuhi syarat. Nah di daerah ini perlu dibantu. Jadi ada kalimat dari Ketua KPU 'mohon dibantu'," ujar Hadar.
Percakapan itu menampilkan penolakan halus dari KPU provinsi karena menilai permintaan itu melanggar aturan. "Akhirnya Ketua menjawab 'dipahami'," tambah eks komisioner KPU RI itu.
Ketiga, tangkapan layar yang menampilkan percakapan antaranggota KPU provinsi. Salah satu dari mereka mengaku baru saja dihubungi komisioner KPU RI yang menyebut bahwa instruksi untuk menyesuaikan hasil verifikasi ini merupakan instruksi dari Istana.
"Bahwa itu betul data komunikasi, iya," ujar Hadar, meyakinkan bahwa data yang ia peroleh valid.
Terakhir, sebuah rekaman yang diklaim terjadi di kantor KPU Sulawesi Utara, yang memperdengarkan semacam instruksi kepada pengelola Sipol agar "datanya disesuaikan lagi". "Bahasanya dihaluskan tapi di situ jelas ini atas instruksi dari KPU RI," jelas Hadar.
Rapat ditutup mendadak
RDPU yang awalnya sempat berlangsung terbuka selama 22 menit, mendadak diubah menjadi tertutup.
Keputusan ditutupnya rapat diambil oleh Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, setelah Hadar mempresentasikan temuan soal dugaan intervensi Istana dalam tahapan verifikasi faktual perbaikan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Percakapan ini dibacakan oleh Hadar, sebelum kemudian diinterupsi oleh Doli.
"Sebentar, Pak. Saya kira, saya mohon maaf teman-teman, karena ini menyebutkan terkait dengan beberapa pihak yang tentu perlu dikonfirmasi, saya kira rapat ini kita alihkan tadinya terbuka ke tertutup saja," kata politikus Golkar itu.
Hadar kemudian mempertanyakan keputusan Doli. "Ini kan informasi publik, kenapa tidak sebaiknya kita buka," tegasnya.
Doli menjawab bahwa percakapan itu menyebut-nyebut nama institusi dan ini menjadi kekhawatiran tersendiri karena perlu ada konfirmasi lebih lanjut.
"Berita ini harus kita konfirmasi, nanti menyebar luas ke mana-mana, jadi saya minta persetujuan teman-teman pimpinan kita alihkan ke tertutup," lanjut Doli disusul ketukan lalu.
"Saya minta teman-teman media yang barusan tadi, karena mohon dipahami, ini kan informasi yang didapatkan oleh teman-teman (koalisi), persoalannya ini menyebutkan beberapa pihak, yang tentu kepastiannya harus dikonfirmasi, jadi tolong tadi yang ini di-take down. Silakan," pungkasnya.
Bantahan Istana dan KPU
Sebelumnya, dugaan intervensi ini diungkapkan oleh Kuasa Hukum dari Themis Indonesia Law Firm, Ibnu Syamsu Hidayat.
"Dugaan kami, Partai Gelora, kami duga juga terjadi (kecurangan). Kemudian, Partai Garuda, dan PKN itu (kami) menduga terjadi kecurangan," kata Ibnu saat ditemui di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Dia mengatakan, kecurangan ini diduga dilakukan oleh anggota dan pejabat KPU RI, serta anggota dan pejabat KPU provinsi, kabupaten, kota.
Ibnu menyebut, kecurangan yang dilakukan berupa praktik mengubah data partai politik dalam Sistem Informasi (Sipol) dan mengubah status TMS (Tidak Memenuhi Syarat) menjadi MS (Memenuhi Syarat) untuk ketiga parpol tersebut.
Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Darmawan Sutrisno membantah tudingan soal keterlibatannya dalam dugaan rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui video call pada tanggal 7 November 2022, itu tidak benar," ujar Bernad kepada Kompas.com, Minggu (18/12/2022).
"Karena setiap kegiatan sudah ada tim teknis yang memiliki tugas untuk menjelaskan substansi," ia menambahkan.
Presiden Joko Widodo pun sempat menyatakan keheranannya bahwa pihak Istana dituduh mengintervensi dalam menentukan lolos atau tidaknya parpol menjadi peserta Pemilu 2024.
Jokowi menegaskan bahwa keputusan mengenai penetapan peserta pemilu merupakan wewenang penuh KPU dan tidak dicampuri oleh Istana.
"Urusan lolos dan tidaknya peserta pemilu tahun 2024, itu kan sebetulnya urusannya KPU, urusannya KPU itu, tapi yang dituduh-tuduh karena tidak lolos langsung tunjuk-tunjuk, 'itu Istana ikut campur, kekuatan besar ikut campur, kekuatan besar intervensi'," kata Jokowi di acara HUT ke-16 Partai Hanura di Jakarta Convention Center, Rabu (21/12/2022).
Jokowi lantas mengatakan, ia tidak mengerti apa-apa soal penetapan Pemilu 2024. Ia juga menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang independen.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pemerintah tidak ikut campur soal penetapan peserta pemilu, apalagi melakukan intervensi.
Sumber (https://nasional.kompas.com)
0 komentar:
Posting Komentar