Meskipun dunia politik menjadi sesuatu hal yang baru baginya, namun Ustadz DR H Andian Parlindungan MA tidak patah semangat untuk berkiprah di dalamnya. Maklum saja, karena selama ini Andian lebih banyak berkiprah di dunia pendidikan dan dakwah. Beliau pernah mengajar di Unversitas Yarsi Cempaka Putih selama 14 tahun, sebagai Penceramah serta Pembimbing Ibadah Haji dan Umrah sejak 2003, serta sebagai seorang trainer.
Diantara filosofi hidup yang mempengaruhi hidupnya juga hadis Rosulullah SAW., “Sebaik-baik manusia itu orang yang panjang usianya makin baik perbuatannya.”
“Sebenarnya berbuat baik bisa melalui berbagai peran dan tanggung jawab, termasuk terjun ke dunia politik,” ujar Ustadz DR H Andian Parlindungan, MA., saat ditemui awak media di Ciputat, Tangerang Selatan baru-baru ini.
Awal mula ketertarikan Ustadz DR H Andian Parlindungan MA terhadap dunia politik tatkala dirinya bertemu kembali dengan Zulkifli Hasan yang juga sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).
“Sebenarnya awal pertemuan saya dengan pak Zulkifli Hasan pada tahun 2003 saat beliau berangkat haji bersama saya. Setelah sekian tahun tidak bertemu, Tahun 2021 akhir seingat saya di masjid Kantor Pajak samping Polda Metro Jaya, saat itu saya lagi khutbah Jumat di situ. Saat bertemu kami saling bertukar nomor handphone. Kemudian beliau minta saya main ke rumah dinasnya,” ujarnya mengenang pertemuan tersebut.
|
Foto Dr. H. Andian Parlindungan, MA. bersama denga Ketua Umum PAN Dr. (H.C.) H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M |
Beberapa bulan sesudah pertemuan tersebut, Ustadz DR H Andian Parlindungan MA akhirnya kembali mengontak Zulkifli Hasan dan saling berkomunikasi untuk menjaga silaturahmi.
“Sesibuk apapun beliau, Pak Zulkifli Hasan selalu peduli dengan orang lain. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari beliau. Selain orangnya sangat alim, cerdas, beliau juga memiliki leadership yang kuat,” jelas bapak tiga anak tersebut.
Saat Ustadz DR H Andian Parlindungan MA bertemu Zulkifli Hasan dirinya hanya ingin silaturrahim dan berdiskusi hal-hal ringan dan termasuk mengenai politik. Tidak disangka, pak Zulkifli Hasan menawarkan untuk berjuang dengannya di dunia politik dan bergabung PAN.
Kesimpulan diskusi yang didapat Andian adalah, “Negara ini rusak bukan karena banyaknya orang jahat, tapi karena diamnya orang baik.”
Setelah melalui pertimbangan yang rasional dan diskusi dengan keluarga, akhirnya Andian berkomitmen untuk berjuang di dunia politik tanpa mengorbankan dunia pendidikan dan dakwah, dan pak Zulkifli Hasan menunjuknya untuk maju sebagai Bacaleg DPR RI dari dapil Tangsel, Tangerang kota, dan Tangerang kabupaten.
Ustadz DR H Andian Parlindungan MA menilai untuk berkiprah di politik diperlukan karakter yang kuat, terlebih dunia politik memang dikenal sangat kejam di mana kawan bisa jadi lawan dan lawan bisa menjadi teman.
“Kalau bahasa orang Medan ‘ngeri-ngeri sedap’. Sebetulnya ada kekhawatiran juga. Tapi Saya yakin kepada Allah mudah-mudahan kalau memang ini baik buat kita dimudahkan jalannya. Jadi kalau ini tidak baik buat kita, Allah punya cara juga memberi yang terbaik yang lebih baik buat kita. Saya kira begitu,” pungkasnya.
Perjalanan meniti karir
Direktur yang juga Founder Pusat Studi Akhlak Ustadz DR H Andian Parlindungan MA memiliki latar belakang sebagai santri. Kurang lebih sekitar 7 tahun dirinya mengenyam pendidikan ilmu agama di Pondok Pesantren Gontor. Selain di Gontor, Andian Parlindungan juga sempat menimba ilmu di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar selama setahun.
Bahkan setelah lulus, Dia sempat menjadi pengajar di ponpes tersebut sejak tahun 1981 hingga sekitar tahun 1989.
“Setelah dari Gontor saya ke UIN Sumatera Utara tahun 1989 sampai 1995 awal. Kemudian saya mengambil jenjang S2 tahun 1995 sampai 1997 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” ujar Andian Parlindungan.
Tak puas sampai di situ, Andian bertekad untuk melanjutkan kuliahnya ke jenjang yang lebih tinggi.
“Tapi karena kesibukan saya sebagai dosen di Universitas Yarsi Jakarta jadi saya menyelesaikan itu sekitar 2008. Waktu itu dari 1996 sampai 2006 saya dosen Universitas Islam negeri Bengkulu sebagai pegawai negeri,” ujarnya.
Pada tahun 2006 Ustadz Andian mengambil keputusan untuk resign dari Kementerian Agama (Kemenag).
“Saat itu memang kiprah saya sebagai pendakwah dan mengajar di Jakarta sudah merasa nyaman ya di Jakarta,” tukasnya.
Andian mengatakan saat bekerja sebagai dosen di Universitas Yarsi Jakarta, dirinya bersahabat dengan Dr. Irfan Abu Bakar dan KH. Bakhtiar Nasir.
“Mereka sahabat-sahabat satu angkatan yang menjadi simpul dakwah saya di awal-awal saya berceramah. Mulai dari situ akhirnya terus berkembang dakwah saya sampai sekarang. Setiap pagi saya berdakwah keliling Jakarta, Tangerang, dan Tangsel. Sedangkan siang hari saya ngantor di travel,” ungkap Andian.
Direktur yang juga Founder Pusat Studi Akhlak, Ustadz DR H Andian Parlindungan MA
Akhlak dan Karakter
Tak hanya melulu bekerja dan berdakwah, Andian juga tetap mempertahankan kebiasaaan bersilaturahmi dengan mengunjungi berbagai majelis, berdakwah dari rumah ke rumah atau juga dari masjid ke masjid.
“Nah kalau sore hari biasa saya silaturahmi ke beberapa sahabat, kolega dan berbagai kalangan membahas banyak hal termasuk tentang akhlak, tafsir, juga berbagai aspek kehidupan keseharian kita,” jelasnya.
Di tengah kesibukan Beliau, Andian juga menyiapkan satu pusat kajian yang namanya Pusat Studi Akhlak.
Semangatnya ingin berkontribusi untuk umat dan bangsa. Pemikiran demikian tidak terlepas dari pengaruh pendidikan agama di keluarga dan pondok pesantren.
“Di keluarga saya nenek saya itu sangat menginspirasi saya, karena nenek saya juga Ustadzah. Dari sekian puluh cucu nenek, saya. satu-satunya yang berkecimpung dalam dunia dakwah,” tuturnya.
Kehidupan masa kecil Andian di Medan tak luput dari sentuhan dan didikan sang nenek.
“Ketika saya kecil, nenek itu paling sering ngajak saya ke kegiatan yang bersentuhan dengan keagamaan, misalnya saya dibawa nenek ikut dakwah ke Tanah Karo. Bahkan sampai saya remaja masih sering diajak nenek kalau saya sedang libur dari Gontor. Apalagi setelah saya tamat dari Gontor, saya sering diajak dakwah dan menghadiri kegiatan pengajian dan kegiatan sosial lainnya. Itu berkisar tahun 1989-1995,” kenang Ustadz Andian.
“Kisaran tahun di atas, Setelah dari Gontor saya ke UIN Sumatera Utara tahun 1989 sampai 1995 awal. Kemudian saya mengambil jenjang S2 tahun 1995 sampai 1997 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lanjut sampai S3 dan selesai 2008,” ujar Andian Parlindungan.
Pengalaman Berbisnis
Andian juga menceritakan salah satu pengalamannya yaitu berbisnis kuliner di mana bisnisnya tersebut tidak berjalan lama. Hal ini dikarenakan faktor rekan bisnis yang dinilai memiliki akhlak yang kurang baik.
“Bisnis kuliner itu kalau menurut saya sih pengalaman berharga, meski pada akhirnya gagal tapi itu sebetulnya ada pengalaman pertama yang saya dapat, pengalaman mencari partner bisnis,” ucapnya.
Menurut Andian, berpartner dengan partner bisnis ternyata tidak cukup hanya melihat tampilannya yang cerdas atau pintar saja.
“Tampilan itu tidak mewakili atau mencerminkan kepribadian seseorang yang sesungguhnya. Kita harus teliti dan cermat dalam mempelajari akhlak dan prilaku yang sesungguhnya, ya jadi partner bisnis saya itu sebetulnya secara tampilan baik tapi ternyata akhlaknya jauh dari tampilannya,” terangnya.
Namun demikian, Andian tidak mau menyebut pengalamannya di bisnis kuliner itu sebagai kegagalan.
Baginya dalam hidup ini, nggak ada istilah gagal karena gagal yang sesungguhnya adalah kehilangan harapan. “Jadi kalau tidak punya harapan lagi. Itu kegagalan yang sebenarnya,” pungkasnya.
Sebaliknya, Ia makin menjadi optimis setelah mendapat pengalaman baru.
“Pengalaman mengenal orang, memilih teman bisnis, membangun jaringan pertemanan dan juga membangun kemampuan bernegosiasi dan lain-lain,” ucap Andian mengakhiri sesi wawancara dengan awak media. (hai)